Perekonomian Aceh pada triwulan IV 2023 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan tahun, ekonomi Aceh tumbuh 4,23% meningkat dibanding tahun 2022 sebesar 4,21%.
Provinsi Aceh masih mengalami defisit perdagangan antar daerah pada tahun 2023 sebesar Rp4,68 T, menurun signifikan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp20,49 T.
Defisit utamanya berasal dari pembelian cerutu dan sigaret; buah dan kernel kelapa sawit; alat transportasi; motor, dan mobil. Namun, defisit lebih lanjut dapat ditahan dengan penjualan beberapa komoditas seperti minyak kelapa sawit mentah; buah dan kernel kelapa sawit; kopi (roasted).
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di wilayah kerja KPw BI Lhokseumawe sebagian besar masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi Aceh. Terdapat tiga kabupaten yang mencatatkan pertumbuhan lebih tinggi dari Provinsi Aceh, yaitu Aceh Tengah (5,60 persen) sekaligus yang tertinggi di Provinsi Aceh, Bener Meriah (5,22 persen), dan Bireuen (4,38 persen).
Kepala BI Gunawan mengatakan, dari sisi inflasi, inflasi nasional menurun dan terjaga dalam kisaran sasaran. Hal ini tak lepas dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Adapun di Aceh, berdasarkan data BPS, inflasi tahunan Provinsi Aceh mencatatkan angka 2,33% (yoy) pada Februari 2024, meningkat dibandingkan Januari 2024 yang sebesar 2,12% (yoy). Komoditas beras, Sigaret Kretek Mesin (SKM), tomat, cabai merah, dan gula pasir menjadi komoditas yang memberikan andil inflasi tertinggi. Hal ini utamanya diakibatkan oleh kondisi cuaca yang bredampak pada pergeseran musim tanam dan panen serta peningkatan permintaan.
Editor : Armia Jamil