"Ketentuan 'meresahkan masyarakat' dan 'mengganggu ketertiban umum' ini karet alias lentur banget. Bagaimana standarnya? Siapa yang memiliki wewenang menilainya? Konsekuensinya bisa jadi berita atau konten yang mengungkap soal isu pelanggaran HAM seperti di Papua, pada kelompok LGBTQ atau liputan investigasi bisa dianggap meresahkan, mengganggu, atau dinilai hoaks oleh pihak-pihak tertentu, atau bahkan oleh pemerintah dan lembaga penegak hukum," jelasnya.
Lebih lanjut, Aji Indonesia mengatakan masih ada pasal berbahaya lainnya, misalnya Pasal 36 ayat (3) yang menyebutkan bahwa PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Konten Komunikasi yg diminta oleh Aparat Penegak Hukum.
Selain itu ada juga ayat (5) yang mengayakan PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Pribadi Spesifik yg diminta Aparat Penegak Hukum. Ini artinya aturan justru akan membuka ruang pelanggaran hak privasi.
"Jadi singkatnya, Permenkominfo 5/2020 dapat disalahgunakan untuk membungkam kelompok yang mengkritik pemerintah, termasuk media," ujar AJI Indonesia.
AJI Indonesia sendiri menyatakan diri menjadi bagian dari koalisi menolak Permenkominfo 5/2020. Tidak hanya itu, AJI Indonesia juga mengajak netizen untuk menggunakan foto profile dengan tulisan #BlokirKominfo.
Editor : Armia Jamil