Syukri mengaku mulai curiga dengan kasus tersebut setelah dirinya didatangi Mustafa Geulanggang di rumahnya di Gampong Hagu Selatan, Banda Sakti, Kota Lhokseumawe pada tahun 2010.
Saat itu Mustafa meminta tanda tangan surat persetujuan menjual aset lahan tersebut. Namun Syukri tidak setuju, karena tidak sesuai aturan.
Selanjutnya, pada awal 2022 lalu, ia diundang hadir dalam RUPS di sebuah cafe dekat jembatan Cunda, Lhokseumawe tanpa notulensi dan tidak ada kesepakatan soal jual aset. Sampai diadakan rapat kembali di Royal Cafe di Lhokseumawe, saat itu Syukri tahu telah terjadi perubahan susunan perusahaan yaitu Muheru sudah menjabat sebagai direktur, kemudian dalam rapat itu Muheru menyampaikan lahan aset perusahaan di Blang Keutumba sudah menjadi milik Mustafa Geulanggang.
Untuk memastikan peralihan aset itu, kemudian Syukri menemui pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bireuen, dan ditemukan fakta lahan itu sudah menjadi milik tiga orang,salah satunya adalah mantan Bupati Bireuen Mustafa Geulanggang.
Akibat kasus penggelapan ini, Syukri mengalami kerugian mencapai Rp 1 miliar lebih, dan dalam waktu dekat ia akan menghadirkan saksi ahli seperti yang diminta oleh penyidik Satreskrim Polres Bireuen.
“Saya juga nanti meminta kepada penyidik untuk memeriksa penjabat BPN, karena disitulah semua fakta dalam perkara ini akan terbuka,” pungkasnya.
Editor : Armia Jamil